Mengasah Kilau Kemuning, Mengoase Tlatah Kering

Desember 31, 2018



Jari jemari Bu Wasri begitu mahir memipihkan adonan lempeng singkong. Dari bahan mentah di baskom, ia bentuk adonan itu melingkar tipis di atas penampang tutup panci hingga terisi penuh. Tak butuh waktu lama, ia pindahkan lempengan-lempengan itu ke atas permukaan karung putih, bergabung dengan lingkaran lempengan karya ibu-ibu lain di Dukuh Kemuning, Desa Bunder, Kecamatan Patuk, Gunungkidul, D.I. Yogyakarta

Di sebuah rumah sederhana, denyut ekonomi masyarakat Kemuning sedang kuat berdetak. Saya menjumpai wajah-wajah sumringah ibu-ibu yang tergabung dalam kelompok UKM Oase Kemuning Gunungsewu. Mereka tampak berkarya serius, tetapi tak ketinggalan iringan candaan yang membuncah renyah. Kewirausahaan berbasis masyarakat di Kemuning berhasil menggandeng 24 perempuan desa untuk menggerakkan UKM Oase Kemuning Gunungsewu.

Ibu-ibu UKM Oase Kemuning Gunungsewu sedang memipihkan lempeng.
Lempeng singkong dijemur untuk pengeringan.
Lempeng singkong kering dikemas dan siap dijual.

Seorang ibu sedang membuat adonan jenang pisang uter.
“Lempeng mentah ini masih harus dijemur dulu, sebelum digoreng biar kriuknya mantap.” tutur Bu Romlah, koordinator kelompok UKM Oase Kemuning Gunungsewu sekaligus pengendali kualitas produk.

Lempeng singkong menjadi salah satu rupa kreasi masyarakat Dukuh Kemuning. Dengan memanfaatkan sumber daya desanya, para perempuan Kemuning bergiat mengubahnya menjadi produk bernilai tambah ekonomi. Di ruangan lain, Ibu Nurhayati begitu cekatan membuat banana roll dengan dibantu beberapa perempuan lain. Seorang ibu lainnya tampak membuat adonan jenang pisang berbahankan pisang uter yang gampang dijumpai di lingkungan Kemuning. Aneka produk UKM Oase Kemuning Gunungsewu ini tak main-main sekadar dibuat, tapi sungguh betul-betul diperhatikan soal kualitas, rasa dan higienitas.

Di teras samping rumah, Bu Romlah lalu menunjukkan saya sebuah panganan unik yang dibungkus dengan seruas kecil bambu yang utuh. Inilah gaplek geprek, makanan signatur dari Dukuh Kemuning yang kental dengan nilai kearifan lokal. Masyarakat Kemuning hendak menghadirkan lagi makanan ‘ndeso’ masyarakat Gunungkidul dalam bentuk olahan populer yang bisa akrab dinikmati oleh masyarakat luas.

Gunungkidul masyhur sebagai “kabupaten gaplek” dengan produksi mencapai 800.000 ton per tahun. Gaplek adalah produk olahan setengah jadi dari fermentasi singkong kering yang lalu diproses sebagai bahan baku tepung tapioka. Sebagai sumber pangan lokal, masyarakat Gunungkidul biasa mengolah gaplek menjadi makanan seperti tiwul, gathot dan lain-lain.

Gaplek geprek dipadukan dengan teh hangat. Kenikmatan di Kemuning.
Mas Po sedang mengabadikan produk UKM Oase Gunungsewu Kemuning untuk go online.
Ragam produk ibu-ibu Kemuning yang tergabung dalam UKM Oase Gunungsewu Kemuning.
Sebuah portable lightbox menarik perhatian saya. Mas Po tampak cermat mengabadikan beberapa produk UKM Oase Kemuning Gunungsewu yang sudah dikemas dan dilabeli di dalam portable lightbox. Disusun dengan komposisi rapi, produk lempeng singkong mentah dan matang, gaplek geprek, jenang pisang uter, dan banana roll siap dipotret untuk menggugah minat untuk menyantap. Tokoh pemuda Kemuning ini tampaknya sudah tak canggung dalam mengatur komposisi, mengelola pengaturan kamera dan memanfaatkan foto karyanya.

“Produk kami juga dijual secara online, makanya foto produk harus menarik. Produk Kemuning harus dikenal lebih luas di internet” ungkapnya percaya diri.



***


Sepuluh tahun lalu, tak banyak orang yang mengenal Kemuning, bahkan bagi warga Gunungkidul sendiri. Jikalau tahu pun, samar-samar narasi tentang Kemuning adalah sebuah dusun terpencil yang terletak di dataran kering Gunungkidul, yang dikerumuni oleh hutan Perhutani dan Wanagama yang mistis. Suhardi, Kepala Dukuh Kemuning, mengenang daerahnya merupakan desa tertinggal parah di Kabupaten Gunungkidul dengan riwayat kehidupan yang susah. Untuk mencapai Kemuning, dahulu adalah suatu perjuangan berat dengan medan jalan akses yang sempit dan rusak.

Barulah sejak Kemuning mulai disentuh oleh CSR PT Astra International Tbk. pada tahun 2016, perlahan tirai keterasingan Kemuning tersingkap. Astra hadir dengan mengusung program Kampung Berseri Astra (KBA) yang menekankan pada 4 (empat) pilar pemberdayaan, yakni pendidikan, kesehatan, kewirausahaan dan lingkungan. Kemuning pun menjadi Kampung Berseri Astra pertama di D.I. Yogyakarta. Secara nasional, Kemuning merupakan bagian dari 77 Kampung Berseri Astra yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia.

“Pada April 2017, di Telaga Kemuning diadakan Jambore Adiwiyata Astra dengan peserta dari seluruh Indonesia. Dari situ Kemuning mulai dikenal masyarakat dan dipandang sebagai alternatif wisata di Gunungkidul dan Jogja” ungkap Suhardi


Lingkungan sekeliling Kemuning yang dipenuhi hutan, ladang, dan jauh dari pemukiman lain.
Upacara penyambutan tamu dengan memberi dlingo bengle, menyematkan kain batik dan memerciki air plonyot.
Air plonyot untuk menyambut tamu di Kemuning. Campurannya salah satunya adalah daun dan ranting pohon Kemuning. 
Telaga Kemuning dipandang dari udara dengan foto drone saya.
Ibu Suratmi memercikkan air plonyot dan menyematkan dlingo bengle kepada saya saat tiba di Telaga Kemuning. Air ini sungguh harum diracik dari daun dan ranting pohon kemuning yang menjadi identitas Dukuh Kemuning dengan campuran pandan dan bubuk bedak. Konon, prosesi adat ini adalah ikhtiar tolak bala bagi para pengunjung agar bisa luwes dan selamat berada di Kemuning yang terletak di tengah hutan. Saya juga dipakaikan kain batik demi lebih menghormati adat istiadat Kemuning.

Kearifan lokal menjadi nafas pokok dalam menggiatkan Kemuning sebagai tujuan wisata. Telaga Kemuning diusung sebagai ikon wisata di Kemuning sekaligus simbol upaya masyarakat melestarikan alam dan sejarahnya. Sebuah bangunan Pendopo Astra di tepian Telaga Kemuning berdiri anggun dengan dibersamai tulisan ikonik “Kampung Berseri Astra, Wisata Telaga Kemuning” di sampingnya. Saya duduk mengaso sambil menyesapi suasana lingkungan asri sekitar Telaga Kemuning yang mulai merimbun. Saya juga menjajal fasilitas toiletnya, ternyata bersih dan berfungsi dengan prima.

Di tlatah kering Gunungkidul, keberadaan Telaga Kemuning ibarat keajaiban yang memberkahi warga Kemuning. Di saat puncak musim kemarau, banyak telaga di Gunungkidul menyusut kerontang, Telaga Kemuning tetap tersedia pasokan airnya dan bisa dimanfaatkan untuk hajat hidup masyarakat.

Saya membayangkan, dahulu pendiri Kemuning yakni Mbah Sarijan begitu pandai menangkap tanda-tanda alam untuk membangun telaga yang tetap lestari di musim kemarau. Sayangnya, keberadaan telaga ciptaan Mbah Sarijan itu hilang seiring perhatian masyarakat pada kelestarian lingkungan hutan sekitar memudar. Pada tahun 1999, masyarakat dan Pemerintah Daerah akhirnya membangun kembali Telaga Kemuning yang berlokasi tak jauh dari Telaga karya Mbah Sarijan. Telaga Kemuning kini dirawat penuh kesungguhan dengan pengelolaan hutan di sekitar yang terus dijaga dan dilestarikan. Wisata Telaga Kemuning ingin merajut benang merah pelestarian alam dan sejarah dengan ikhtiar pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Saat ini Telaga Kemuning baru untuk wisata pemancingan dan camping, tetapi ke depan akan diwujudkan warung apung untuk wisata kuliner ” tutur Pak Suhardi optimis.


Pak Suhardi. Kepala Dukuh Kemuning. Menjabat sejak tahun 2011.
Telaga Kemuning didesain sebagai wisata andalan Kemuning untuk menampilkan potensi desa. 
Fasilitas toilet di Telaga Kemuning bisa diandalkan. Bersih dan air mengucur lancar.
Kebersahajaan masyarakat Kemuning bisa menjadi daya tarik ekowisata yang penuh kearifan lokal.
Pengembangan Telaga Kemuning untuk wisata adalah jalan mandiri memanfaatkan potensi desa sebagai ruang-ruang kesejahteraan masyarakat kampung. Para pemuda yang dipandang mulai enggan bertani, dengan adanya pariwisata bisa menggairahkan pemuda bekerja memeriahkan desa. Saat ini, Dukuh Kemuning sudah memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) untuk menunjang pengelolaan wisata desa. Tak hanya mengemas Telaga Kemuning, masyarakat Kemuning juga berbenah dalam merangkai kampung seutuhnya untuk menjadi desa wisata. Pokdarwis sedang menggodok konsep wisata berbasis kehidupan desa, seperti wisata sejarah, lingkungan dan pertanian yang menjadi ciri khas Kemuning.

“Pariwisata desa diharapkan bisa efektif untuk menyerap produk UKM ibu-ibu. Selain menjadi jajanan di Kemuning, produk gaplek geprek, lempeng singkong, jenang pisang uter dan lainnya bisa menjadi oleh-oleh dari Kemuning.” tutur Bu Romlah.

Masyarakat Kemuning sudah ‘gumregah’ (bangkit bersiap) dengan memoles kampungnya layak kunjung bagi para wisatawan. Tak sekadar meyakinkan melalui rupa fisik wisatanya, tetapi sikap ramah masyarakat berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Tak hanya dipikirkan tempat-tempat menawan, tetapi lingkungan yang bersih, sehat dan aman. Tak ketinggalan, suguhan produk makanan lokal UKM juga turut diperhatikan sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Para wisatawan tak perlu sungkan untuk berkunjung ke Kampung Kemuning. Masyarakat telah siap memberi sambutan terbaik dan berkesan dengan kekayaan potensi desanya.



***



Di sebuah ruang yang dihiasi semarak warna-warni, lima bocah tampak begitu fokus memainkan balok-balok berwarna. Valdo menyusun balok-balok yang paling tinggi tanpa jatuh sama sekali. Dia begitu gembira ketika upayanya berhasil tanpa cela. Di sebelahnya, Bu Yenni tampak tlaten mendampingi anak didiknya yang dari tadi agak kesusahan menyusun secara seimbang.

Di bilik sampingnya, lima bocah yang lebih kecil sedang dipandu Bu Nur untuk belajar mengeja dan menghitung sambil mengenali rupa-rupa benda. Dengan tingkatan usia anak didik lebih muda, upaya Bu Nur tampak lebih sabar dalam memandu para bocah. Sekali-kali Bu Nur menunjuk poster-poster pembelajaran yang menempel pada dinding RA (Raudhatul Athfal) Masyithoh. Jika bosan, Bu Nur mengajak anak didiknya bernyanyi dengan riang. Siang itu, suasana pembelajaran di PAUD ini sungguh menyenangkan bagi bocah kecil Kemuning. 

“Astra membangun bagus PAUD dan TK ini dan melengkapinya dengan mainan dan alat peraga lainnya. Benar-benar tak terbayang, di kampung terpencil ini perlengkapan PAUD-nya cukup lengkap.” tutur Bu Yenni, Kepala Sekolah RA Masyithoh

Bu Yenni mengingat bahwa dahulu untuk TK dan PAUD harus keluar dari desa yang letaknya lumayan jauh. Bisa dibayangkan kalau cuaca sedang tak bersahabat pasti sekolah ahrus dikorbankan. Akibatnya, anak-anak kurang belajar di usia dini. Ia lalu menginisiasi dengan membuat TK dan PAUD dengan menumpang di rumah penduduk. Baginya, pendidikan anak pada usia dini adalah hal yang penting untuk membangkitkan kreativitas anak sedari dini. Ia tak ingin anak-anak di desa kalah pengetahuan dan keterampilan dengan anak-anak di kota. Dia pun mulai dari peduli dengan pendidikan di Kemuning.

Mengajari untuk bisa menghitung dan mengenali obyek benda.
Di Kampung Berseri Astra (KBA) Kemuning, PT Astra International Tbk. mendonasikan sarana pendidikan untuk mendukung pilar pendidikan.
Menyusun balok untuk membangun kreasi anak PAUD.
Gedung RA. Masyithoh hasil donasi dari Astra.
Bagaimana dengan anak-anak Kemuning yang lebih dewasa? Astra memberikan beasiswa tiap semester untuk siswa SD hingga SMA/SMK dari kampung Kemuning dengan syarat berprestasi. Rupanya, sebagian besar anak-anak di Kampung Kemuning telah menerima beasiswa dari Astra. Beasiswa berhasil memberikan motivasi anak Kemuning untuk makin giat menempuh pendidikan. Tak ada lagi cerita anak-anak Kemuning yang mengalami putus sekolah. Astra juga memberikan bantuan peralatan sekolah, yang terdiri atas pakaian seragam sekolah, alat-alat tulis, tas, dan sepatu sekolah untuk menunjang sekolah. 

Mendorong pendidikan di Kemuning, tak hanya berkaitan dengan prestasi di sekolah, tetapi juga tentang pembelajaran “nguri-uri kebudayaan” desanya. Lina, salah satu penerima beasiswa Astra, mendemonstrasikan  keahlian menarinya. Gadis kelas 2 SMP ini terlihat begitu luwes nan gemulai menarikan aneka tarian yang hidup dan berkembang di daerah Gunungkidul, seperti Tari Tayub. Bersama dengan beberapa remaja dan anak putri lainnya, Lina rutin berlatih menari di Sanggar Seni milik Mbah Semanto, tokoh budaya di Kemuning sekaligus generasi kelima dari mbah Mbah Sarijan, pendiri Kampung Kemuning.


Lina menari dengan bimbingan dari gurunya.
Bocah-bocah Kemuning melestarikan tradisi leluhur dengan giat belajar menari. 

Mbah Semanto tokoh budaya dan sesepuh di Kemuning, generasi langsung dari Mbah Sarijan, pendiri Kampung Kemuning.
Beasiswa Astra juga memberi semangat pendidikan dan pelestarian tradisi bagi bocah Kemuning.
Pendidikan yang ditanamkan di Kemuning adalah pendidikan yang tetap berpijak kepada nilai kearifan lokal. Walau usianya sudah uzur, Mbah Semanto masih bersemangat melestarikan tradisi turun temurun kepada generasi muda Kemuning. Pendidikan tak ingin memberikan jarak terhadap harmoni desa, tetapi melebur pada falsafah hidup yang mengakar dan menunjang dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

***

Wujud kepedulian terhadap desa tercermin pada iktikad masyarakat untuk merawat lingkungannya. Hidup di alam desa yang memiliki lahan pekarangan begitu luas, masalah sampah kadang luput dari kepedulian. Sampah biasanya dibuang begitu saja, dibiarkan berserakan dan mengendap dalam tanah. Bagaimana kalau nonorganik, alamat sampah tak terurai selama ratusan tahun. Siapa yang hendak peduli? Namun, di Kemuning, sampah mendapat tempat istimewa bagi masyarakat sebagai “Sampahku Amalku”.

“Adanya Bank Sampah yang diinisiasi Astra membuat cara pandang masyarakat dalam memperlakukan sampah berubah drastis. Sampah bisa dihargai rupiah dan ditabung dalam Bank Sampah.“ ungkap Pak Dukuh Suhardi.

Pengelolaan sampah dimulai dari pemilahan sampah oleh setiap rumah tangga yang memisahkan sampah organik dan nonorganik. Selanjutnya, sampah yang bisa didaur ulang dikumpulkan dan diletakkan di Bank Sampah. Aktivitas pengumpulan sampah dilakukan 2 minggu sekali yang menjadi tanggung jawab para kader Posyandu. Siang itu, Ibu Rumiyati tampak teliti memilah sampah sesuai dengan kelompok jenisnya. Dengan dipilah-pilah maka sampah bisa lebih mudah untuk disematkan harga. Misalnya, pecahan kaca dihargai Rp50 per kilogram, plastik warna Rp200 per kilogram, dan plastik dihargai Rp50 per biji. Uang hasil sampah ini bisa menjadi tabungan masyarakat sesuai dengan taraf kuantitasnya.
Bank Sampah KBA Kemuning dikelola oleh ibu-ibu kader Posyandu
Sebagian hasil dari Bank Sampah dimanfaatkan untuk mendukung Posyandu di Kemuning.
Kesadaran warga Kemuning untuk menjaga kebersihan sudah terlihat dari lingkungan desa yang bersih. 
Sampah-sampah Bank Sampah Kemuning ini selanjutnya dikirim ke Bank Sampah Ngoro-oro untuk diproses daur ulang. Bank Sampah Kemuning sampai saat ini masih dalam tahap pengumpulan saja. Ke depan Bank Sampah Kemuning punya harapan untuk mendaur ulang sampah agar lebih bernilai ekonomis dan bermanfaat untuk masyarakat Kemuning.

Sesuai dengan slogan “Sampahku, Amalku”, hasil dari sebagian penjualan sampah digunakan untuk kepentingan Posyandu melalui dana kesehatan. Sekitar sejumlah Rp150.000 per bulan, Bank Sampah turut mendukung operasional dan layanan kegiatan Posyandu Balita-Lansia.

Dari mengelola sampah, masyarakat Kemuning mengimplementasikan niat mulia untuk menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan desa. Pantas saja tatkala saya melintas di jalanan desa, tak tampak sekalipun sampah plastik yang berserakan. Jalanan desa dan lingkungan rumah di Kemuning begitu bersih. Warga sudah tak lagi menyia-nyiakan manfaat botol, bungkus plastik dan sejenisnya yang memiliki nilai ekonomis dan sosial.

Pak Dukuh memberi teladan dengan melakukan penghijauan sekaligus ikhtiar ketahanan pangan di setiap rumah, mulai dari rumahnya.
Wujud kesadaran pangan dengan menanam sayur-sayuran dalam botol bekas.
Bibit-bibit untuk penghijauan desa. Menjaga keasrian Kemuning.
Selain Bank Sampah, kepedulian masyarakat terhadap lingkungan desa juga tercermin pada program penanaman dan penghijauan. Setiap hari Sabtu di Kemuning digalakkan Sabtu Hijau sebagai upaya komunal merawat keasrian dan kelestarian lingkungan warga Kemuning yang dimulai dari masing-masing rumah. Pak Suhardi memberi teladan. Deretan polybag yang bertingkat-tingkat di teras rumah Pak Suhardi menjadi contoh rupa penghijauan berbasis keluarga. Rumah Pak Suhardi juga berhiaskan rangkaian taman gantung vertikal botol-botol yang berisi ragam sayuran.

“Penghijauan di Kemuning sesungguhnya tidak hanya untuk kesejukan, tapi juga untuk peningkatan gizi masyarakat. Tanaman sayur, buah, bumbu dan rempah yang ditanam di pekarangan rumah, bisa menjadi pemenuh kebutuhan pangan masyarakat yang murah dan mudah.” jelas Suhardi begitu bersemangat mengajak warganya.


***


Raut wajah Mbah Yaikem terlihat sumringah setelah Bu Rumiyati memberi tahu kondisi kesehatannya. Kader utama Posyandu Kemuning itu mengatakan bahwa tensi darah Mbah Yaikem termasuk normal untuk ukuran simbah yang telah uzur berusia 90 tahun. Tak hanya Mbah Yaikem, para simbah sepuh di Kemuning siang itu juga tampak lega dan gembira. Pemeriksaan rutin ini menyuratkan hasil yang bagus bagi kesehatan para lansia.

“Simbah-simbah ini selalu rutin datang ke Posyandu tiap bulan. Kesadaran kontrol kesehatan sudah bagus sehingga simbah bisa mengelola kesehatannya dengan lebih baik.” ungkap Bu Rumiyati sambil memegang lengan seorang lansia untuk diperiksa tensinya.

Di sudut lain Pendopo Dukuh Kemuning, para bayi bergantian ditimbang dan diperiksa kesehatannya. Saya mengamati timbangannya masih sederhana dengan menggunakan timbangan beras yang dibebankan dengan selendang untuk wadah bayi. Namun, kesederhanaan piranti ini tak menyurutkan semangat dan akurasi prosesi penimbangan bayi.

Tangisan bayi sesekali hadir memecah suasana. Untungnya, sang bayi buru-buru ditenangkan oleh kasih sayang ibunya. Kader Posyandu Kemuning tampak begitu cermat mencatat angka-angka yang muncul dari timbangan. Di akhir acara, para balita mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk menambah gizi. Bagusnya, Pemberian Makanan Tambahan banyak disumbangsih dari hasil pendapatan pengelolaan Bank Sampah Kemuning.


Mbah Yaikem sedang diperiksa tensi darah dan kesehatannya. Agenda rutin ini membuat Kemuning menjadi Posyandu kategori mandiri.
Penimbangan balita menjadi kesempatan menjaga kualitas kesehatan dan gizi generasi penerus Kemuning.
Alat timbang sederhana tak meyurutkan semangat para kader Posyandu dan masyarakat.
Kader Posyandu menjadi penggerak senam masyarakat Kemuning untuk menjaga kesehatan dan kebugaran. 
Kecakapan dan keaktifan Bu Rumiyati dan kader-kader Posyandu di Kemuning meningkat drastis sejak Astra masuk di Kemuning membina pilar kesehatan Kampung Berseri Astra. Rumiyati mengenang bahwa sebelum Astra hadir, posyandu berjalan seperti melaksanakan program setahun sekali. Saat itu, gairah masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya begitu rendah. Dari Kader Posyandu sendiri pun kurang inisiatif untuk mendatangi dan memeriksa kesehatan warga. Para kader sampai beranggapan kalau tidak datang berarti masyarakat dipandang bisa mengatasi kesembuhan sendiri.

Astra lantas datang memberi pelatihan dan pembinaan agar lebih aktif jemput bola sekaligus memberi bekal peralatan yang lebih memadai. Dari status Posyandu Ranting yang operasionalnya kembang kempis tergantung gerak kadernya, Posyandu Kemuning kini telah mendapatkan status sebagai Posyandu Mandiri, tingkatan tertinggi dalam status Posyandu. Sumber dana mandiri dari pengelolaan Bank Sampah pun menjadi kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Kemuning dalam memandirikan Posyandunya.

Program kesehatan di Kemuning juga memberi perhatian pada ikhtiar menjaga kebugaran masyarakat. Setiap hari Minggu, masyarakat Kemuning melakukan senam massal untuk mengolah raga dan jiwa. Acara ini diberi tajuk Minggu Ceria karena aktivitas senam bersama ini menjadi ajang kegembiraan sekaligus merekatkan kerukunan masyarakat Kemuning. Dengan berolahraga secara rutin, mewujudkan masyarakat Kemuning yang senantiasa sehat dan kuat adalah langkah pasti untuk memakmurkan Kemuning secara jasmani dan rohani.


***


Barangkali Mbah Sarijan akan tersenyum jikalau menyaksikan generasi keturunannya sungguh giat mengasah kilau permata potensi desanya. Kampung yang dirintisnya lebih dari 2.5 abad lampau, kini perlahan tapi pasti menunjukkan peningkatan taraf kemakmuran. Pada alam yang keras, kering dan panas, Kemuning bisa tampil bergairah sebagai sebuah oase pemberdayaan mandiri masyarakat.

Dulu Mbah Sarijan mendirikan kampung Kemuning sebagai tempat penyelamatan dirinya dari kejaran tentara kolonial Belanda. Mbah Sarijan adalah abdi dalem ksatria Kraton Mataram yang dianggap memprovokasi warga di tempat tinggalnya di kawasan Boko untuk menentang Kolonial pasca Perjanjian Giyanti. Mbah Sarijan bersemadi untuk menyelamatkan diri dan melihat Pohon Kemuning yang tak tampak sebelumnya. Konon, tak semua orang bisa melihat rupa pohon kemuning itu. Hanya yang berpikir jernih lah yang bisa melihatnya.

Sesuai dengan makna nama Kemuning, yang mengandung arti kejernihan dalam berpikir, untuk mendayagunakan potensi Kemuning harus dilakukan dengan pikiran yang jernih. Ketika berpikir jernih, upaya memajukan Kemuning bisa dengan menggandeng mitra yang tepat. Kehadiran PT Astra International Tbk dengan program Kampung Berseri Astra (KBA) menjadi buah ikhtiar yang berasal dari jernihnya pikiran. Dengan berlandaskan pada pilar kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan, KBA Kemuning pantas menjadi kilau permata inspirasi di tengah keringnya tlatah Gunungkidul.

“Astra hanya memberikan kailnya. Astra hanya menjadi fasilitator untuk Kemuning. Masyarakat Kemuning lah yang menjalankan, mengusahakan dan menikmati hasilnya dari upayanya. “ ungkap Boy Kelana Soebroto, Head of Corporate Communications PT Astra International Tbk.

Pendopo Balai Dusun Kemuning dimanfaatkan untuk kegiatan Posyandu masyarakat.

Sepak bola adalah hobi masyarakat Kemuning. Lapangan voli pun bisa dimanfaatkan untuk bermain bola.
Seorang warga sedang menunggu anaknya pulang dari PAUD sambil mengaso di pos ronda desa. 
Hewan ternak milik warga Kemuning. Tabungan ekonomi untuk masa depan masyarakat Kemuning.

Kemuning juga punya Posyandu Hewan untuk mengontrol kesehatan hewan-hewan ternak masyarakat.
Kemuning menjadi Kampung Berseri Astra pertama di D.I Yogyakarta. Inilah peta KBA di Dusun Kemuning

You Might Also Like

9 komentar

  1. Benar kata pak Boy. Soalnya byk program yang mandek karena CSR memberikan ikan bukan kail,,,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salut hormat untuk Astra yang giat mengembangkan kampung2 di Indonesia. Kasih kail, jadi fasilitator dan berkelanjutan jadi poin unggul Astra dalam CSR.. Pak Boy orangnya sangat ramah dan solusif..

      Hapus
  2. Aku masih teringat terjalnya jalan masuk ke desa ini hahahahahha. Pengennya tahun 2019 ini main ke desa kemuning sambil ngepit. Mau blusukan :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mari agendakan mas kita ngepit ke Kemuning.. Jooss banget kayaknya..
      Jalannya kalau diaspal makin keren nih Kemuning...

      Hapus
  3. Ahhh lempeng...jadi inget rumah...

    Artikelnya lengkap dan keren :)

    Kemarin mau ke sini, tapi nggak jadi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih mas.. Salam kenal..
      lempeng, panganan sederhana tetapi begitu nikmat. Apalagi untuk cemilan..

      Wah sayang sekali belum ke Kemuning mas. Silakan diagendakan. Cocok untuk memancing di Telaga Kemuning...

      Hapus
  4. Kampung saya itu ������

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kampung yang berdetak dengan pemberdayaan masyarakat.. semoga ke depannya Kemuning makin berdaya dan makmur

      Hapus
  5. I am curious, what are those people cooking? On the pictures, it looks quite appetizing. I would be very grateful, if someone shared the recipe.

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK