Apa yang bisa diharapkan dari Bontang perihal destinasi perjalanan? Bontang serupa sebuah kota yang tumbuh dari giat geliat gemerlap industri dan pertambangan. Tiga raksasa industri memasok denyut hidup Bontang: Badak NGL (gas alam), Pupuk Kaltim (pupuk) dan Indominco Mandiri (batu bara). Selain itu, masih ada perusahaan-perusahaan lain yang menggerombol di kawasan Kaltim Industrial Estate, yang turut menyusun Bontang dengan gempita.
![]() |
Kompleks pemakaman Dayak di Tanjung Soke. |
"Perlihatkanlah aku tentang perjalanan apa adanya!” entah kenapa dia tiba-tiba menghubungiku dalam dingin tengah malam Yogya. Ternyata dia sedang tak bisa tidur. Aku pun juga sedang tidak bisa tidur karena hidung mampet.
Maka, aku pun tunjukkan kisah perjalanan ke kampung halaman Taslim.
Oh iya, kamu pikir aku beperjalanan selama ini hanya untuk melihat tempat-tempat yang dibentuk sebagai destinasi wisata? Kamu pikir aku sekedar menuliskan tempat-tempat wisata yang indah? Kamu pikir aku juga senang mencatatkan cerita tentang absurdisitas tempat wisata? Aku rasa kamu perlu menyimak kisahku ke Tanjung Soke. Apa soalnnya? Ke Tanjung Soke, aku tidak berwisata. Ke Tanjung Soke, aku melakukan pekerjaan survey sarana prasarana pendidikan di Kabupaten Kutai Barat. Aku ingin menujukkan realitas apa adanya, tidak lebih dan tidak kurang.
![]() |
Lamin Pepas Eheng di Kutai Barat. Jantung Kalimantan |
Modernitas senang
sekali menyeret manusia untuk menjadi sang individualistis. Atas nama
kemandirian, makin banyak manusia lebih memilih untuk membentuk ruang hidupnya
sendiri-sendiri, enggan menjaga dan berbagi hidup bersama. Tradisi hidup
komunal yang telah lama mengakar bagi Suku Dayak perlahan tercerabut. Lamin,
rumah panjang tradisi orang Dayak, makin hari makin ditinggalkan. Lamin Pepas
Eheng menjadi satu dari sekian sedikit Lamin orang Dayak yang tersisa.
Matahari sudah
tigaperempat melintasi siang saat saya tiba di Lamin Pepas Eheng. Aspal mulus
dan jalanan sepi dari kota Sendawar, ibukota Kutai Barat, menjadikan perjalanan
sejauh 35 km hanya ditempuh sekitar 45
menit. Tak terasa. Kehadiran saya di Lamin Pepas Eheng ini adalah di sela pelaksanaan
survey sarana prasana sekolah dan kesehatan Kab. Kutai Barat. Jadwal begitu
padat sehingga saya harus pintar-pintar mencari waktu untuk bisa mengulik
jantung tradisi orang Dayak. “Mosok
ke Kutai Barat tidak mampir ke Lamin.”