| Meriah Wamena di Pasar Jibama. |
Seorang kawan pernah bilang, kalau belum ke Wamena, berarti belum ke Papua. Saya tahu waktu itu dia sedang ingin memanasi saya yang hanya bepergian ke Jayapura dan sekitarnya saja. Jayapura katanya sudah kehilangan aura “Papua” nya. Kotanya besar tak tampak lagi pelosok, banyak terdapat masyarakat pendatang yang notabene dari ras Mongoloid. Malah kalau malam hari cobalah liat dari ketinggian: Jayapura tampak seperti Hongkong-nya Indonesia. Penuh cahaya.
Setahun berlalu, saya akhirnya mendapatkan kesempatan ke Wamena. Saya
datang ke Wamena pun semacam ingin membuktikan, betulkah Wamena sedemikian “Papua”
nya, sehingga kalau datang ke Wamena baru bisa dianggap datang ke Papua. Stigma
Papua yang biasa melekat adalah orangnya hitam pekat, keras, terbelakang, dan
masih primitif. Wamena yang merupakan jantung tanah Papua tentu paling pas unntuk
penggambaran tersebut. Saya sih tidak suka stigma tak adil seperti itu terus dirawat, diperlakukan abadi sebagai mitos.





