Menjaring Cantik Sawah Lingko Manggarai

Juni 01, 2014

Lingko Lodok, sawah laba-laba khas Manggarai

Jika Bali punya sawah Subak yang unik bertingkat-tingkat, Manggarai Flores punya sawah yang tak kalah unik dan menakjubkan: sawah Lingko Lodok yang berwujud seperti jaring laba-laba. Sawah ini tak ada duanya di dunia. Selagi berada di Manggarai, saya dan A. Mei pun tak mau melewatkan kesempatan untuk bisa menyaksikan sawah unik yang kaya dengan nilai tradisi orang Manggarai.

Selamat Pagi Ruteng!! Pagi masih segar bugar menghinggapi  Ruteng saat kami penuh gairah melangkah menuju Desa Meler.  Udara sejuk dan panorama pegunungan yang memeluk kota Ruteng menemani perjalanan kami sepanjang 12 km. Di desa Meler inilah terdapat Golo Weol,  tempat dimana kami bisa menyaksikan panorama terbaik sawah lingko di atas ketinggian.

Blasius Nogot (56) pagi itu dengan ramah menyambut kehadiran kami begitu sampai di titik awal pendakian ke Golo Weol. Ternyata setapak menuju puncak adalah buatan pribadi lelaki yang memiliki putra tujuh ini. Tempat parkir mobil kami pun juga berada di halaman rumah Blasius Nogot. Meski Sawah Lingko sudah dikenal wisatawan dari penjuru dunia, pengelolaan destinasi unik ini belum dirambah serius oleh pemerintah daerah. Salut untuk Blasius Nogot yang menginisiasi pesona cantik daerahnya.

Kami lalu minta izin kepada Blasius untuk mendaki menuju puncak Golo Weol. Tidaklah susah untuk sampai ke puncak karena jarak yang ditempuh tidaklah jauh.  Paling hanya sekitar 200 meter menanjak. Terlebih, rerimbunan pepohonan kopi cukup meneduhkan perjalanan sejauh 100 meter pertama. Blasius memang juga bertanam kopi robusta dan arabica sebagai mata pencaharian utama. Perjalanan menuju puncak Golo Weol tak sampai 10 menit. Bagi saya ini termasuk mudah.

Siapa yang tak terpana saat menyaksikan panorama sawah Lingko Lodok? Saya yang sudah sekali melihat Lingko Lodok saja tak bosannya memandang keindahan sawah yang disebut sebagai spyder web oleh turis asing. Bagaimana yang baru pertama kali?

Lihatlah, tanaman padi yang hijau mulai menguning tampak begitu ‘menyala’ disinari mentari pagi yang masih ramah. Mereka merajut dengan petak-petak yang makin memusat di titik tengahnya. Seorang petani anggun berjalan di pematang seperti seekor laba-laba merayap di sarangnya. Juga, nikmatilah, langit biru dengan eloknya memayungi yang mengontraskan warna hijau kuning sawah dan perbukitan. Saksikanlah, pemukiman penduduk di kaki bukit menyempurnakan komposisi cantik Lingko Lodok.

Blasius Nogot, warga asli yang mengembangkan wisata Lingko dan kopi.
Sawah di kawasan Borong. Sawah yang dicetak karena proyek pemerintah.

Patut diketahui juga. Dibalik keindahan penampakan sawah Lingko Lodok ini, juga tersimpan keluhuran nilai tradisi orang Manggarai. Lodok merupakan pembagian luas tanah yang dilakukan secara adat Manggarai. Ada nilai kearifan lokal yang menekankan pada daya dukung alam dipadukan dengan kebutuhan manusia.   

“Tembong one, lengko pe’ang”  begitulah kata Don Bosco, pemandu kami yang juga asli orang Manggarai. Artinya adalah gendang di dalam, tanah ulayat di luar. Itu merupakan manifestasi kekuasaan adat beserta pemangkunya dan tanah merupakan satu ungkapan teritorial kekuasaan tersebut. 

Namun, tak selamanya yang eksotis itu membuat hati saya tenang. Sawah ini memang begitu indah nan eksotis. Tetapi  ketika tahu kisah bahwa wujud lahan pertanian yang seperti ini hanya tinggal di daerah Meler ini membuat saya prihatin. Saya merasa ‘pertunjukan’  ini hanyalah sisa-sisa dari tradisi yang melintas berabad-abad.  

Dulunya, hampir semua sawah atau ladang di Manggarai berwujud melingkar seperti Lingko ini. Tapi, sejak dikenalkannya sawah irigasi yang berbentuk petak persegi, budaya pertanian orang Manggarai pun tergerus. Terlebih, setelah adanya proyek pencetakan sawah di Borong, Manggarai Barat yang dilakukan pemerintah Orde Baru, membuat wujud Lingko ditinggalkan.

Kami hanya seperempat jam berada di Puncak Golo Weol. Tak perlu lama-lama karena kami sudah puas menjaring panorama Sawah Laba-laba. Saat turun, ternyata kami sudah dijamu dengan suguhan kopi asli dari Pak Blasius Nogot. Minuman kopi hitam ini diambil langsung dari kebunnya. Semerbak harum kopi merangsang saya untuk lekas menyeruput kopi yang berjenis arabica.

Kopi ini baru saja ditumbuk.” ungkapnya sambil mempersilakan kami meminum kopi. Sruputan kopi dari Pak Blasius menyempurnakan saya tatkala menikmati kekhasan Sawah Lingko Lodok.


Catatan:
- tulisan ini merupakan rangkaian kisah perjalanan saya mengikuti Adira Faces Of Indonesia #UbekNegeri Copa de Flores yang diselenggarakan Adira Finance dan Bank Danamon pada tanggal 14-19 Maret 2014
- tulisan ini juga bisa ditemui di http://adirafacesofindonesia.com/article.htm/2939/Menjaring-Pesona-Sawah-Jaring-Laba-laba


Dari Golo Weol juga bisa melihat panorama indah pagi hari daerah Cancar, Ruteng, Manggarai

You Might Also Like

1 komentar

  1. unik sekali, bila dilihat dari kejauhan sawah itu berbentuk jaring laba-laba, sangat menakjubkan..

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK