Wajah Pasar Gede Solo, Potret Sumurung Pasar Rakyat

Mei 04, 2016

"Difoto biar laris"

Orang yang terbiasa menjamu kecepatan, kemangkusan, dan kesangkilan, akan gatal untuk bilang riwayat pasar rakyat akan segera tamat, atawa paling tidak bergeliat melambat. Rasanya tak bisa digugat juga ungkapan tersebut: banyak alasan pesimis untuk bilang sinar pasar rakyat makin kuyu. Pasar rakyat dipandang medioker dibanding pasar modern semacam supermarket, mall, hingga pasar saham dan pasar valuta asing.

Namun, pasar rakyat tetap punya jalan takdirnya sendiri. Tetap punya penjual yang berdedikasi untuk datang di awal pagi. Selalu punya pelanggan yang bersetia dengan barang segar dan atau murah. Terus punya interaksi yang terus memanusiakan manusia. Pasar rakyat masih memiliki aparatus untuk tetap eksis dalam gelindingan roda zaman. Ini alasan optimis pasar rakyat terus menggeliat tanpa takut direcoki perangai zaman.

Saya melihatnya demikian di Pasar Gede, Solo.

Melestari riwayat pasar rakyat, banyak ragam jalan yang mampu ditempuh. Bagaimana kalau mengabadikan wajah pasar rakyat dalam foto?

“Iya mas, fotoin pasar gih biar pasarnya tetap didatangi dan laris yang jualan.” tutur Endang, salah satu pedagang

Endang sore itu sedang mengemasi dagangan pakaiannya. Mentari yang makin geser ke barat menjadikan sudah saatnya menutup lapak. Namun, Pasar Gede masih tetap bermeriah riang. Masih banyak pedagang yang menunggu pelanggan hingga petang menjelang. Pasar Gede menjadi tengara kota Solo. Bukan sekedar tengara mati, pasar yang ditahbiskan sebagai pasar terbaik di Jawa Tengah ini merupakan tengara ekonomi bagi ribuan warga Solo, baik sebagai pedagang maupun pembeli.

Saya berjumpa juga dengan Bu Kareni. Menempati lapak di selorong Pasar Gede, ia berjualan Sambel Pecel. Memang simpel, sekedar sebuah sambel pecel. Namun, tentang sambel pecel mari kita menyebut Bu Kareni, maestro sambel pecel di Solo, khususnya Pasar Gede. Aneka sambel pecel dijajakan dalam takaran pedas dan manis yang berbeda. Uniknya, jenis sambel pecel bukan cuma soal diwujud dari kacang. Ada sambel pecel berbahan wijen, yang kini sangat langka dijumpai di seantero kehidupan. Warnanya hitam tampak berbeda dengan gundukan-gundukan pecel coklat yang dipajang.

Siapakah yang sanggup mengabarkan sang maestro-maestro seperti ini untuk dikenal khalayak makin luas? Foto yang dilengkapi narasi bisa menjadi visualisasi keberadaan para maestro di pasar rakyat sekaligus pelestari rejeki bagi mereka. Foto jualah bisa menjadi corong secara umum tagline kekinian yang meriah di Jawa Tengah: “Pasare Resik, Rejekine Apik.”

Syukurlah, semarak itu ditangkap dengan bijak melalui ajang bimbingan fotografi yang dibersamai dengan praktik langsung dari Fotokita, National Geographic Indonesia dan Bank Danamon. Bimbingan fotografi pada 30 April lalu jadi wahana untuk meriwayatkan wajah dan interaksi pasar rakyat menjadi foto yang memantik suka pada pasar rakyat. Harapan indahnya, ikhtiar fotografi yang mengulas pasar rakyat sanggup mendorong semangat masyarakat untuk melangkahkan kaki berbelanja di pasar rakyat. Oh ya…?















You Might Also Like

18 komentar

  1. Woooo fotonya banyakan yang keren tapi kemarin sok bingung mau pilih mana :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. setelah dicermati dengan seksama, ya ternyata beberapa dapet lumayan..

      Hapus
  2. Waaaaa aku gak dijak selfie

    BalasHapus
    Balasan
    1. waah mesti harus besok2 kita selfie nih mbak Aqied.. Tunggu gilirannya, sementara yg sepuh dulu. :D

      Hapus
  3. memang cuma mbah Anno yang boleh nampang di blog keren ini. #legend
    tulisannya keren.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Matur nuwun Galan..

      Mbah Anno patut dikasih kesempatan pertama. Karena dialah saya bisa nulis travelling gini.. :D

      Hapus
  4. Balasan
    1. terima kasih mas Dzul.. masih selalu belajar dan belajar.
      lha ini juga kmarin dalam rangka belajar jua.. hehe

      Hapus
  5. Fotonya kueren-kueren oi... apalagi yang foto selfie bareng mas Anno di urutan terakhir hahahaha. Seneng banget Pasar Gede dikenalkan banyak blogger. Semoga pasar kebanggaan wong Solo ini bisa terus berjaya ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha,, itu foto yang lama didambakan mas Halim. Akhirnya bisa ngajak selfie sama mas Anno sang pujaan..

      Semoga Pasar Gede dan pasar-pasar lainnya rame selalu..

      Hapus
  6. 5 tahun lalu aku pernah ke Pasar Gede. Sayang sekali kemarin tidak bisa mampir. Menarik membaca posting Mas Iqbal tentang pasar tradisional ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Bunda Evi udah berkunjung..

      Klo besok ke Pasar Gede dari pagi. CObain Timlo Sastro di belakang pasar yg legend itu.. :D
      Di sekitar situ juga banyak kuliner yahud khas Solo.

      Hapus
  7. Wah. tulisanmu apik mas, Layak masuk NG banget. Fotonya juga ciamik.. hihi.. Jos banget lah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha.. NG.. iki ikhtiar lah.. semoga NG mau nampung tulisan saya, yg g heboh2 banget.. :D

      Hapus
  8. Yang gw inget dari pasar gede cuman warung makan timlo doang hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. naah itu mas Cumi.. Timlo Sastro.. Juaraaa.. Favoritku klo ke Solo pagi hari.. Gak jauh dari Pasar ada Sate Buntel.. Nah itu panganan klo favoritku siang.. :D

      Hapus
  9. pasar gede memang harus dikunjungi meski untuk sekedar makan atau jajan.. hehe

    BalasHapus
  10. tomatnya terlihat segar-segar sekali di pasar gede ini..

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK