Buah Simalakama Mahasiswa D3

Maret 01, 2009

Gedung D3 Ekonomi UGM

Kebijakan kontroversial kembali dikeluarkan oleh Universitas Gadjah Mada. Beberapa waktu lalu, diumumkan bahwa program ekstensi atau yang lebih dikenal program swadaya telah ditutup di semua fakultas mulai tahun perkuliahan 2009. Alasan penutupan yang dikeluarkan pihak rektorat adalah untuk menjaga mutu dan profesionalisme pendidikan di universitas yang berperingkat 316 dunia versi THES-Q pada tahun 2008 kemarin.

Sontak, kebijakan itu pun menjadi bahan perbincangan serius bagi tiap mahasiswa, utamanya mahasiswa diploma III. Tanggapan yang dikeluarkan seragam, mereka (semua mahasiswa D III,-red) sangat kecewa dengan rencana penutupan program swadaya. Bagaimana tidak, harapan yang dirajut saat mulai masuk D III agar tetap bisa menjadi sarjana kendati tidak lolos seleksi S1, kini pun kandas terhempas asa ambisius berdalihkan universitas riset dunia.

Tak bisa dipungkiri, penutupan progrm swadaya merupakan buah simalakama teramat pahit bagi mahasiswa D III UGM yang menginginkan studinya dilanjutkan ke jenjang strata UGM. Impian mereka pun kandas. Harapan mereka menjadi kosong belaka. Kebanggaan menjadi sarjana UGM harus dilupakan, kecuali mereka bersedia mengulang dari tahap awal penerimaan mahasiswa baru S1. Terhitung tahun 2009 ini, lulusan D III pun harus mencari universitas lain yang membuka program ekstensi jikalau masih tetap menginginkan meraih titel sarjana.

Memang, pihak rektorat telah menginisiasi berdirinya sekolah vokasional yang mana akan mewadahi seluruh program diploma digabung menjadi satu institusi, sekolah vokasional. Namun, yang menjadi keprihatinan adalah belum adanya kepastian sekolah ini kapan mulai dibuka. Padahal, di dalam rancangan sekolah vokasional akan ada program D IV yang merupakan kelanjutan dari program D III. Lulusan dari D III pun bisa segera meneruskan di tingkat Diploma IV.

Ini lah yang sebenarnya menjadi kekurangpekaan pihak universitas dalam mencermati realitas yang ada. Sebagai sebuah institusi yang besar dan berpengalaman hampir 60 tahun, harusnya UGM bisa merakit desain pendidikan yang lebih bijaksana dan tidak merugikan salah satu pihak. Dalam sistematika manajemen, suatu entitas yang akan menutup usahanya harus terlebih dulu merencanakan jalan keluar berupa solusi bagi instrumen-instrumennya.

Kaitannya dengan masalah ini adalah, seharusnya pihak universitas membentuk terlebih dulu sekolah vokasional baru kemudian diikuti langkah penutupan program swadayanya. Itu sebuah langkah logis nan bijaksana. Mengapa demikian?. Hal ini dilakukan untuk mencegah minimal mengurangi efek kejut dari kebijakan penutupan program yang selama ini merupakan tujuan utama hampir semua mahasiswa program D III. Pembukaan sekolah vokasional yang dibarengi pembukaan program D IV akan sedikit banyak memfasilitasi harapan-harapan tersebut, minimal untuk angkatan yang hampir lulus jenjang D III.

Mahasiswa program D III tentu juga merupakan stakeholder yang berkontribusi banyak pada jejak perjalanan UGM. Bukankah sebagai mahasiswa yang berkecimpung pada ilmu bisnis dan ekonom kita paham betul bahwa perusahaan harus selalu menghargai stakeholdernya. Sama halnya dengan para pembuat kebijakan di Universitas Gadjah Mada, mereka harus melihat bahwa mahasiswa D III yang ingin lanjut ke S1, juga sebagai bagian dari “keluarga” UGM. Jangan sampai dengan berdalih mengejar world class research university, ada beberapa pihak yang dikorbankan tanpa dipikirkan jalan solusinya. Ironis jelas, kalau mengingat identitas UGM sebagai universitas kerakyatan yang mungkin kini sudah punah.

You Might Also Like

0 komentar

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK