Renjana #4: Anak Pelabuhan Larantuka

Oktober 02, 2014

Anak-anak APL meloncat sambil salto.

Aku tahu dia sangat ingin ditunjukkan tentang ketidaktakutan.

Maka, aku tunjukkan dia tentang Diaz dan kawan-kawannya.


***

Gila! Gila.. Gila.. Tak cukup Diaz hanya meloncat dari jembatan di dermaga pelabuhan Larantuka. Kali ini dia dan satu kawannya naik ke atas tiang tempat masuk ferry bersandar. Aku kira ketinggian tiang itu ada 15 meter. Pokoknya gila...

“Udah biasa bang, kami tak takut.” tuturnya.

Gila!.. Gila.. Jujur, aku yang tidak biasa melihat realitas seperti ini, khawatir dengan ketidaktakutan mereka. Aku tidak meminta mereka untuk meloncat ke air, tapi mereka dengan senang hati melakukannya. Aku tidak membayar mereka untuk terjun dari ketinggian 15 meter, tapi mereka suka sekali menunjukkan ‘kenekatan’ mereka. Aku salut mereka itu melakukannya dengan sukarela. Aku ingat jika di Bali, pasti aku akan diminta uang untuk bisa ‘menikmati’ sebuah ketidaktakutan seperti mereka.

Mereka menyebut dirinya APL  yang merupakan singkatan dari Anak Pelabuhan Larantuka. Aku rasa itu adalah semacam ‘geng’ bagi anak-anak yang biasa bermain di pelabuhan yang terletak di ujung timur Pulau Flores. Dari perangai mereka, aku tersadar betapa sebuah kebahagiaan itu sederhana untuk anak-anak yang seumuran SMP-SMA itu. Tak perlu permainan seperti X-BOX, Playstation dan semacamnya seperti anak.

Hanya diberi ruang untuk tiap hari mengakrabi lautnya yang jernih, terjun dari ketinggian, berenang, lalu sesekali menyelam, mereka akan bersuka ria nan berbahagia. APL melakukannya hampir tiap hari saat tengah siang dan sore jelang terbenam baskara. Aku pun turut menikmati kebahagiaan mereka. Dari tadi aku masih takjub dengan ketidaktakutan mereka. Ternyata kebahagiaan itu sesederhana. Ya, sesederhana tentang keberanian melompat dari atas tiang, tanpa beban, tanpa ketakutan.

Aku juga berjumpa dengan ‘adik-adik’ mereka yang masih seusia SD. Mereka juga membuat ‘geng’ tersendiri, sayangnya saya lupa namanya. Salah satu dari mereka bernama Fernandes. Dia tak seperti ‘kakak-kakaknya’ yang berani loncat dari ketinggian 15 meter. Mereka hanya biasa meloncat dari jembatan dermaga yang ‘hanya’ setinggi 2-3 meter.

“Nanti kalau sudah lebih besar, saya berani terjun seperti bang Diaz” ungkapnya.

Oh iya, kamu perlu tahu kalau melihat anak-anak Larantuka ini seperti Christiano Ronaldo, pesepakbola terbaik di dunia dari Portugal. Lihat saja dari wajah mereka yang ‘ganteng’ tapi dengan versi kulit lebih legam. Melihat postur body mereka juga lebih tinggi dan badannya membentuk seperti atlet. Rekan saya @megahanda saja terpana dengan ‘kegantengan’ dan ‘kekekaran’ mereka. Ya, mereka adalah keturunan orang mestizo, yakni percampuran orang Portugis dengan orang lokal.

Tahukah kamu, dulunya Larantuka merupakan basis dari kolonialisme Portugis di abad ke 16-18. Larantuka menjadi daerah yang cukup terakhir dikuasai Belanda dari tangan Portugis. Menurut antropolog Jerman bernama Ernst Vatter, meskipun perkawinan campur antara orang Portugis dan orang Larantuka asli sudah tidak terjadi dua abad ini, tetapi ciri-ciri Mestizo ini masih banyak dijumpai di Larantuka. Biasanya dari nama-nama marga atau suku Portugis seperti Da Silva, Diaz, De Ornay, Fernandez, Da Gomez, De Rozary, Da Santo, Riberu, dan Aliandu berarti masih ada keturunan darah Portugis.

Aku hadir di Larantuka saat menjelang Semana Santa, prosesi perayaan Hari Paskah khas Larantuka. Namun, sayangnya aku tidak mengikuti hingga puncak acaranya. Semana Santa itu sejatinya juga merupakan jejak-jejak dari pengaruh Portugis di Larantuka. Saat Semana Santa, ribuan umat Katolik dari penjuru Indonesia bahkan dunia akan mengunjungi Larantuka. Ibukota kabupaten Flores Timur ini juga dikenal sebagai Vatican of Indonesia.

Sudahkah kamu memahami ketidaktakutan? Aku rasa kamu juga perlu mendobrak ketakutan. Aku tak akan suruh kamu untuk loncat dari ketinggian 15 meter seperti Diaz dan anak-anak APL lainnya. Kalau itu, aku juga tak mau. Gila saja aku, yang loncat dari ketinggian 2 meter pun ketakutan, apalagi dari 15 meter. Aku hanya minta, kamu beranilah untuk datang ke Larantuka atau daerah-daerah di Indonesia Timur.

Aku ingat, kamu pernah bilang “Aku  kalau ke Indonesia Timur, lihat dari orangnya keras-keras dan serem gitu!” Duuh, jujur aku sedih dengar kamu yang seperti itu. Kamu perlu bukti? Lha anak-anak Larantuka itu buktinya. Mana ada keras gitu? Mana ada seram gitu? Aku hanya menemukan anak-anak Larantuka yang suka tersenyum, ramah, baik hati, tidak mengambil kesempatan untuk ‘memalak’ kami yang bisa saja karena dianggap orang dari Jawa itu kaya, mereka meminta uang dari kami. Mereka sangat apa adanya.

Pernah waktu aku di dalam angkutan dari Kupang menuju Atambua seminggu sebelumnya, aku diberi sebuah kalimat yang cukup mendobrak segala prasangka tentang orang-orang Indonesia Timur.

“Tenang Bang, kami ini memang hitam, kalau bicara suka keras-keras. Tapi hati kami baik. Kami tak suka menipu.”  ungkap seorang pemuda yang menjadi kernet angkutan, meyakinkan. Dan nyatanya, aku sangat dibantu oleh dia pada awal perjalananku overland Pulau Timor milik Indonesia.

Kamu masih ragu? Aku rasa segeralah kamu ke Larantuka atau daerah Indonesia Timur. Hanya perlu niat dan keyakinan saja serta buanglah segala prasangka burukmu tentang orang di Indonesia Timur. Kamu akan ketagihan jika sudah sekali beperjalanan ke Indonesia Timur. Toh, dari uang kamu tak ada masalah. Biasanya saja kamu berani bertualang di SIngapura, Malaysia, Thailand, Jepang, Hongkong dan kamu selalu kasih aku oleh-oleh yang banyak. Sekarang, mulailah alirkan uangmu itu ke saudara-saudara di Indonesia Timur.

Tapi, tetap jangan lupa ya. Tetap saja kamu harus memberiku oleh-oleh dari beperjalananmu di Indonesia Timur.

Gereja Katedral Larantuka Reinha Rosari. Gereja peninggalan Portugis.

Fernandez dan Silva. Mereka sangat suka difoto.

Meloncat dari perahu yang bersandar.

Setelah meloncat. Segar.. 

Ekspresi kebahagiaan Diaz dan anak-anak APL.

Rekan saya @megahanda berpose dengan geng nya Fernandez.

Bersiap meloncat.

Sambil membelakangi air. Gila.. 
Terbang. Menghujam ke air dari ketinggian 15 meter.


You Might Also Like

2 komentar

  1. wah seru juga mas ikutan lompat gak nih mas Iqbal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bocah2 di larantuka mainnya ginian Mas Angki.. gila mereka.. klo saya cuma menyemangati mreka melompat saja.. :D

      Udah pernah ke Watu Lumbung Gunungkidul mas??

      Hapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK