Menemukan Soekarno yang Tenang di Ende

Mei 03, 2014

Soekarno yang duduk, merenung, menikmati Ende. Sumber inspirasinya untuk Pancasila

Orang akan mengindentikkan Soekarno sebagai sosok yang selalu bersemangat, berapi-api, penuh dengan gelora perjuangan. Soekarno adalah tokoh revolusioner Indonesia, sehingga patung-patung yang mengabadikannya biasanya berbentuk Soekarno yang sedang berdiri, berpidato, bahkan mengacungkan tangan. Tapi di Ende, Soekarno tak hadir dalam sosok yang demikian. Patung Bung Karno mewujud pada tokoh yang tenang dan reflektif.

“Ende, sebuah kampung nelayan telah dipilih sebagai penjara terbuka untukku. Keadaannya masih terbelakang. Aku mendekat kepada rakyat jelata karena aku melihat diriku sendiri dalam orang-orang  yang melarat ini. Di Ende yang terpencil dan membosankan itu, banyak waktuku terluang untuk berpikir.” Kenang Sukarno yang dituliskan oleh Cindy Adams dalam biografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Penggambaran Bung Karno yang suka berpikir dan merenung ini bisa saya jumpai pada patung Bung Karno berpeci di Taman Perenungan Bung Karno di Ende. Dia sedang duduk manis, kaki kirinya dipangku kaki kanannya. Kedua tangannya diletakkan di atas pangkuan kakinya, saling berpegangan. Matanya tenang tapi menatap tajam ke arah Laut Sawu yang miskin gelombang.  Bung Karno tampak sebagai sosok yang ‘kalem’,  diam dan sedang keras berpikir.

Di sampingnya, terdapat pohon sukun yang rindang. Dulu, Soekarno suka merenung di bawah pohon Sukun sambil melihat Laut Sawu. Perenungannya itu menggagas lahirnya Pancasila. Kondisi Ende dengan latar belakang penduduk yang penuh kerukunan antarumat beragama, yakni umat Islam dan Katolik menginspirasi Soekarno melahirkan  dasar negara Pancasila. Ditambah lagi dengan kondisi keterbelakangan ekonomi dan pendidikan yang dialami oleh masyarakat Ende.

Suasana Ende saat ini. Telah menjelma menjadi kota terbesar di Flores.
Setahun lalu, saat patung Soekaro masih berdiri. Jujur jika diamati tidak mirip dengan Soekarno muda.
Di sampingnya pohon sukun. bercabang lima.

Kita harus jujur pada sejarah. Tidak bisa munculnya Pancasila tidak berangkat dari suasana Ende. Ende pun lantas terkenal sebagai kota rahim Pancasila. Walau begitu, kata Pancasila saat itu belum muncul. Soekarno menyebut lima gagasannya itu sebagai Lima Butir Mutiara”.

Selain itu, ada yang unik dari pohon sukun yang menaungi perenungan Soekarno dulu. Pohon sukun tersebut memiliki cabang pokok lima batang. Menurut sejarawan, kelima tubuh pohon sukun juga menjadi ilham Soekarno kenapa gagasan dasar negara berjumlah lima, yang kemudian menjadi Pancasila.  Namun demikian, pohon sukun yang sekarang adalah pohon sukun baru. Pohon asli telah tumbang dilapuk usia. Sekali lagi keunikannya, bahwa pohon sukun generasi baru ini juga memiliki cabang pokok berjumlah lima. Tepat menjadi tengara sejarah kehadiran Soekarno di Ende.

Kami tak berlama-lama di kompleks Taman Perenungan Soekarno di Ende. Kami daritadi tak bisa menemukan ketenangan. Bagaimana bisa menemukan suasana tenang di tempat ini? Saat itu sedang dilakukan pembukaan masa kampanye terbuka di Ende. Suasana sekitar Lapangan Pancasila yang menjadi lokasi Taman Perenungan ini telah meriah. Masyarakat bergempita menyongsong pesta demokrasi yang tak sampai sebulan lagi.

Ah, yang juga membuat saya tidak bisa betah adalah pembangunan Lapangan Pancasila yang ingin diubah menjadi stadion bertutup pagar dan bertribun. Saat itu proses pembangunan sudah berjalan. Sewaktu setahun dulu saya berada di sana, dari bawah pohon Sukun ini saya bisa duduk melihat Laut Sawu, persis seperti yang dilihat Soekarno. Saat itu saya bisa merasai bagaimana Soekarno menikmati keheningan Ende dan menggagas Pancasila. Tapi, bagaimana kini? Ah, pemerintah daerah. Kenapa “Kau” paksakan proyek yang tak ramah pada sensasi sejarah ini.

Timbul selintas pertanyaan di benak saya, Bagaimana bisa lagi menikmati kenangan sejarah Soekarno secara utuh di Ende jika tiada ‘merenung’ melihat langsung laut Sawu?” Baiklah, kami pun lekas berpindah meneruskan perjalanan lagi.



Catatan:
- tulisan ini merupakan rangkaian kisah perjalanan saya mengikuti Adira Faces Of Indonesia #UbekNegeri Copa de Flores yang diselenggarakan Adira Finance dan Bank Danamon pada tanggal 14-19 Maret 2014
- sebagian foto (foto 2,3,4,7) merupakan foto perjalanan saya sebelumnya di Ende pada 28 Maret 2013


Tampak Laut Sawu dan Kota Ende. Ende juga dipeluk oleh Gunung Meja (kiri) dan Gunung Iya (kanan)
Perjalanan menuju Ende dari Bajawa akan menyusuri tepian Laut Sawu. Sangat mengasyikkan
Taman Perenungan Soekarno. Asri dan damai.
Seakan melemparkan saya pada pengalaman Soekarno memikirkan Pancasila di Ende.
Pohon Sukun bercabang lima. Ini merupakan pohon baru.
Pohon aslinya sudah tumbang.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Ende mempunyai cerita tersendiri mengenai sejarah, bahkan sejarah itu tak pernah kita dengar waktu belajar mapel "sejarah" waktu sekolah.

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK