Kopi Kebumen: Impian Kopi Arabica Pesisir

Februari 01, 2015

Buah kopi Arabica Pesisir Kebumen.

Pakem yang beredar, kopi arabica tumbuh pada ketinggian di atas 700 m, yakni di daerah pegunungan tinggi. Kopi yang memiliki cita rasa khas terpengaruh kondisi lingkungan sekitar ini akan susah untuk hidup di dataran rendah, terlebih di sekitar pesisir pantai. Namun, di pesisir selatan Kebumen, kopi jenis arabica ini tumbuh dengan baik di antara rerimbunan pekarangan. Benar-benar sebuah kejutan, kalau tidak bisa dikatakan sebagai kenekatan.

 “Lha ini nyatanya tumbuh dan berbuah besar dan lebat.” Ungkap Yuri Dulloh (36) dengan bersemangat membuktikan.

Saya tahu Yuri Dulloh dari sebuah koran lokal tempo waktu yang memuat kisahnya tentang pembudidayaan kopi arabica di Kebumen. Saya yang sedikit tahu tentang kopi dengan pengetahuan sok tahunya meragukan upaya Yuri Dulloh. “Kok bisa arabica ditanam di pesisir pantai, ketinggiannya ‘cuma’ 5 meter dari atas permukaan laut.”  Saya pun membaca sekilas bahwa kopi arabica Kebumen ini telah beredar di kafe-kafe di beberapa daerah meski dalam skala terbaatas.

Tentang kopi Kebumen, saya ingat diskusi tempo waktu dengan mas Ravie Ananda, sejarawan, budayawan Kebumen yang berkata bahwa daerah Kebumen dulu merupakan sentra kopi. Bahkan  dalam catatan Belanda juga disebutkan bahwa kopi adalah salah satu komoditas andalan Kebumen pada masa kolonial. Kopi di Kebumen lantas menghilang sejak tahun 1987 yang digantikan dengan cengkih yang saat itu digandrungi oleh petani Kebumen.

Memang tak disebutkan jenis kopi apa yang tumbuh di Kebumen. Dugaan saya adalah kopi jenis robusta. Sebagian juga bisa jadi berupa jenis kopi nyamplung, yakni kopi khas Kebumen dengan buah yang tidak terlalu lebat. Bisa jadi kopi nyamplung ini timbul karena jenis kopi arabica yang tak cocok dengan kondisi pesisir Kebumen, maka ‘beradaptasi’ menjadi kopi nyamplung.

Kopi Kebumen juga biasanya dikenal dengan kopi kemasan bermerek “Djempol”. Kopi “Djempol” yang ada sejak tahun 1969 ini telah menjadi ikon kopi di Jawa Tengah bagian selatan. Sebelum datangnya kopi kemasan merk nasional dalam skala besar dalam satu dekade ini, kopi “Djempol” menjadi suguhan wajib di pagi hari bersama kretek, linthing dan tempe mendoan. Masyarakat daerah Panginyongan atau Ngapak ini menjadikan kopi “Djempol” sebagai  sesuatu yang harus ada di dalam kebutuhan sehari-harinya. Pabrik dan pusat penjualan Kopi “Djempol” berada di utara Pasar Tumenggungan, Kebumen.

Bahkan, kopi “Djempol” yang berjenis robusta dengan racikan ‘rahasia’ vanila, jagung, dan cengkih juga menciptakan cara menikmati kopi yang unik dari Kebumen, yakni nguntut kopi. Kopi dicampur dengan gula yang komposisinya lebih banyak, kemudian sedikit demi sedikit dimakan dan dikulum tanpa diseduh dengan air. Ya, seperti makan permen. Jujur, saya sudah tak menemui lagi nguntut  kopi yang biasanya dilakukan anak-anak. Mungkin zaman Bapak saya masih, sayangnya beliau tidak suka kopi. Zaman saya sudah beredar permen beraneka rasa, sehingga ‘tradisi’  nguntut mungkin sudah menghilang.

Kopi cap Djempol. Kopi kemasan khas Kebumen. Legendaris.
Mas Yuri Dulloh di antara rimbunan tanaman kopinya.

Sekarang, Yuri Dulloh memiliki impian besar untuk menghidupkan lagi manisnya kisah kopi di Kebumen. Tak tanggung-tanggung dia mengembangkan kopi arabica, yang sepertinya ingin menantang pakem umum  tentang kopi arabica. 

Pada sebuah siang yang bermendung dengan sisa  hujan semalam,  saya datang ke rumah mas Yuri, begitulah saya lalu menyebutnya. ‘Mumpung’ pulang ke Kebumen, saya bersilaturahmi ke Mas Yuri yang berada di Desa Pucangan, Kec. Ambal, sekitar 5 km dari rumah saya.  Untung saja, di tengah kesibukannya, saya masih bisa berjumpa dengan dirinya. Sapaan ramahnya membuncah dan menyilakan saya  masuk ke dalam rumahnya yang asri nan sederhana.

Saya langsung diajak ke pekarangannya di belakang rumah. Suasana merimbun menyambut saya dengan banyak tanaman kopi bertumbuh dinaungi pepohonan kelapa dan tanaman keras lainnya. Tanaman kopi jenis arabica, robusta dan liberica tumbuh dengan subur dan belajar berbuah. Selain di pekarangannya, dia juga menanam kopi berbagai jenis di daerah lainnya seperti Sempor, Ambal, Kebumen dan Gombong di lahan milik sendiri dan di lahan milik warga setempat dengan sistem kemitraan atau bagi hasil.

“Ini padahal kopi baru saya tanam setahun dua tahun lalu. Sekarang sudah tumbuh lumayan dan berbuah banyak.” Ungkap mas Yuri sambil menunjukkan buah kopi arabica yang masih hijau.

Mimpi mas Yuri tak hanya berhenti di sini. Saat ini, dia bekerjasama Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kebumen sedang menggarap tanaman kopi bersama masyarakat setempat di Laguna Pantai Lembupurwo, Kec. Mirit, Kebumen. Bagi saya ini lebih ‘gila’ lagi. Okelah kalau kopi robusta dan liberica atau nyamplung sekalipun ditanam di lahan rendah bahkan lahan pasir dekat pantai mungkin masih bisa tumbuh. Lalu bagaimana dengan kopi arabica? Pasti akan penuh kejutan, begitu optimisme saya.

“Kita usaha mas. Kita bermimipi bisa buat kopi arabica pesisir mas. Kalau berhasil, kopi pesisir bisa jadi ciri khas Kebumen yang bisa mendunia.” Jelas Mas Yuri penuh optimis.



***

Mas Yuri dan kopi adalah sebuah ikatan yang muncul dari kesadaran untuk memajukan Kebumen. Selama ini Kebumen dipandang kurang berkembang untuk urusan kemajuan ekonomi. Padahal potensinya begitu luar biasa dari sejarahnya yang menjadi lumbung pertanian sejak zaman Mataram, bahkan sebelumnya. Kopi adalah kisah masa lalu perkebunan di Kebumen yang coba dibangkitkan lagi cerita indahnya oleh Mas Yuri. Bertanam kopi bisa menjadi ikhtiar untuk memajukan ekonomi masyarakat Kebumen. Apalagi kopi saat ini menjadi salah satu komoditas paling menarik di dunia.

Kopi Kebumen saat ini sudah mulai dikenal oleh masyarakat luas. Mas Yuri coba mengenalkan kopi Kebumen dengan menjual di berbagai obyek wisata di Kebumen, seperti Pantai Suwuk, Pantai Petanahan, Benteng Van der Wijck, Goa Jatijajar, dll. Bahkan, di Roemah Martha Tilaar di Gombong dan outlet-outlet Martha Tilaar di seluruh Indonesia, kopi Kebumen menjadi sajian istimewa yang memikat para pengunjung dan menjadi brand khas Kebumen. Selain itu beberapa kafe di Yogya dan Jakarta sudah menjual Kopi Kebumen. Beberapa wisatawan asing juga pernah datang ke rumah Mas Yuri untuk cupping Kopi Kebumen. Katanya, wisatawan asing itu sangat menikmati aroma khasnya.

Kopi Robusta Kebumen. Rasanya nikmat dengan semerbak kopi yang khas.
Pekarangan belakang rumah yang disulap menjadi kebun kopi.

Saya hadir di rumah Mas Yuri saat tidak musim panen kopi. Persediaan kopi sudah dipesan oleh berbagai pihak, termasuk dari Pemerintah Daerah Kebumen untuk mengenalkan komoditas andalan Kebumen dalam pameran-pamerannya. Stok kopi arabica malahan kosong. Saat itu mas Yuri sedang sibuk untuk mempersiapkan usahanya merintis bisnis wisata dan pengembangan kopi di Kebumen. Saya pun tak sempat melakukan brewing dan cupping Kopi Kebumen.

Saya ‘disangoni’ sebungkus bubuk kopi Robusta yang diberi merk “Yuam Roasted”. Tidak banyak memang karena kopi bungkusan ini biasanya digunakan Mas Yuri untuk memberikan sampel kepada kafe atau pihak yang tertarik terhadap kopi Kebumen. Sebelum pulang, saya pun berpesan kepadanya saat panen kopi Arabica,  agar saya dikabari.  Saya ingin membungkus kopi arabica dari mulai buah merahnya, green beans, coffee beans dan bubuknya serta tentunya brewing dan cupping bersama dengan Mas Yuri. Saya tertarik untuk mengeksplorasi profil kopi arabica ‘pesisir’ Kebumen secara menyeluruh.

Sesampai di rumah, saya coba minum Kopi Robusta Kebumen. Saya hanya sajikan secara tubruk biasa. Ya, hasilnya pantaslah robusta Kebumen bisa diandalkan. Body kuat, aroma wangi khas kopi, dan rasa pahit sedang dengan after taste sedikir rasa manis. Sebagaimana jenis robusta, kopi robusta kebumen cukup bisa menjadi kawan setia karena kadar kaffeinnya kuat. Sepintas, kopi Robusta Kebumen tak beda profilnya dengan Kopi Robusta  Lampung yang telah mendunia.

Namun, saya sejujurnya masih memendam penasaran terbesar yang tak cukup dipuaskan dengan sekedar Kopi Robusta.

“Bagaimana profil khas dari Kopi Arabica Pesisir andalan Kebumen?” Apakah ada rasa yang unik dari Kopi Pesisir? 


Kopi Arabica Pesisir Kebumen yang mulai menguning. Mulai matang. Tunggu sebulan lagi.

You Might Also Like

10 komentar

  1. Aku bukan pengemar kopi dan ngak bisa merasakan betapa nikmat nya kopi hehehe. suk agalau kalo diajak ngopi :-(

    BalasHapus
    Balasan
    1. mas Cumi, ayoook aku ajakin ngopi.. klo ke Jogja, aku traktir kopi yang rasanya bisa beraroma buah, seperti nangka, jeruk, peach bahkan pisang. :D

      Hapus
  2. apa bisa kami berkunjung ke tempat pembuatan kopinya?? kami ingin mengajak anak didik kami agar mengetahui asal muasal kopi.

    BalasHapus
  3. wah Boleh niih buat nambah menu kopi di warung kopiku... BAEN CAFE-Coffee Shop Ruko Pasar Tumenggungan Blok A.10 Kebumen

    BalasHapus
  4. Mas. Tau dimana bisa beli bumbung kopi nya Mas Yuri ini di Jogja?
    Saya tertarik buat mencoba teknik brewingnya. Tadi malam baru liat di Metro TV.

    Arabika pesisir? Penasaran juga nih.

    BalasHapus
  5. mas iqbal saya bisa minta kontaknya njenengan tidak? buat minta alamatnya mas yuri, saya mau berkunjung kesana. thanks.

    BalasHapus
  6. Salam pecinta kopi.. Informasi yang sangat berguna dan bermanfaat. Kalau boleh saya tahu brand kopi ini sudah banyak tersebar di berbagai daerah gak ya mas admin?

    BalasHapus
    Balasan
    1. salam ngopi Kopi Hijau.. terima kasih atas apresiasinya.. Kayaknya brand untuk kopi ini Yuam Coffee yg mengembangkan kopi pesisir ini sudah mulai dikenal.. bsa dijumpai di beberapa kota besar.

      Hapus
  7. Saya orang Kebumen, sekitar 3 thn yll sempat bersanding stand di expo Kebumen, sayang kartu namanya hilang. Mesti meluncur ke rumahnya nih buat beli bumbung & kopinya

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK