Mencumbu Borobudur dari Punthuk Setumbu

Juli 13, 2013


Borobudur dari Punthuk Setumbu

Saksikanlah ia bagaimana terselimut kabut. Hanya samar. Kecil. Tapi di situlah sebentuk pesona yang menjadikannya menuai cerita. Sebuah keabadian dari mahakarya Borobudur. Mata memandang tajam dari bukit Punthuk Setumbu, Borobudur laksana simbol keagungan peradaban yang tak lekang dalam garis zaman. Melihat dari jauh sosoknya, mengantar saya lebih intim mencumbu makna Borobudur dalam sebongkah pagi.

Pagi itu, Borobudur seperti terombang-ambing dalam lautan kabut yang bergantian datang dan pergi. Namun sebetulnya, kabut sedang menguji kekokohannya untuk senantiasa ajeg dalam keheningan bumi yang terapit tujuh gunung. Borobudur selaksa tercebur dalam cekungan, di antara Gunung Merapi, Merbabu, Tidar, Andong, Telomoyo, Menoreh dan Sumbing. Selama 12 abad sejak didirikan 824 M, Borobudur berdiri gamang dalam haribaan gunung-gunung di tengah Pulau Jawa.

Dari Punthuk Setumbu, sebuah bukit kecil di tepian barat Borobudur, saya mengagumi masterpiece dari Kerajaan Mataram Kuno yang tersohor menjadi keajaiban dunia. Betapa anggunnya Borobudur dari kejauhan, yang menyiratkan bangunan Budha ini sebagai salah satu karya terbaik manusia Nusantara. Arsitek Borobudur, Gunadarma, pantas saya berikan penghargaan terbesar untuk keagungan panorama ini.  

Dari Punthuk Setumbu juga, saya seperti memahami rupa masa lalu Borobudur yang sarat misteri. Ya, setidaknya rupa yang diajukan oleh W.O.J. Nieuwenkamp, seorang arsitek, pemahat, pelukis, etnolog (semacam antropolog) Belanda dalam hipotesisnya. Ia menyatakan bahwa Borobudur dulu dibangun di tengah-tengah telaga seperti bunga teratai di tengah kolam. Lingkungan Borobudur dulunya diperkirakan adalah sebuah danau purba.

Hipotesis Nieuwenkamp itu pertama kali ditulisnya di majalah umum yang terbit di Belanda (”Het Boroboedoermeer” – Algemeen Handelsblaad, Deen Haag, 9 September 1933). Kemudian ditulisnya lagi tanggal 2 Mei 1937 dalam majalah yang sama dengan judul artikel ”Boroboedoer en omgeving”. Seperti inilah sepenggal isi artikelnya yang mengungkapkan imajinasi Nieuwenkamp dalam menggambarkan Borobudur.

”Andaikata kita berdiri di tengah telaga itu, kita dapat menikmati keindahan panorama sekeliling Borobudur. Bayang-bayangnya terpantul di permukaan telaga yang jernih dan tenang. Di sekelilingnya hamparan padi menguning, hutan menghijau, dan perbukitan Menoreh membentang di batas selatan. Gunung Sumbing di barat, Merapi-Merbabu-Andong dan Telomoyo di timur, dan gunung Tidar terpaku di tengah hamparan sisi utara. Sungguh panorama yang mengagumkan”.

Menurutnya, Borobudur adalah sebuah bangunan agung yang menggambarkan perwujudan bunga teratai untuk menghormati Maitreya, Buddha yang akan datang ke dunia ini. Menurut ajaran Buddha, Maitreya akan lahir di tengah-tengah sebuah bunga teratai yang melambangkan kesucian dalam agama Buddha.

Jelas saja, hipotesis tentang Danau/Telaga Borobudur memicu perdebatan yang hebat. Para ahli geologi tersohor zaman itu pun mendapat tantangan untuk membuktikan sahih tidaknya hipotesis ini. Adalah R.W van Bemmelen, salah satu ahli yang membenarkan hipotesis tersebut dalam bukunya “The Geology of Indonesia”. Telaga Borobudur terjadi akibat bendungan piroklastika Merapi menyumbat aliran Kali Progo di kaki timur laut Perbukitan Menoreh. Itu terjadi jauh sebelum Borobodur didirikan tahun 830-850.

Van Bemmelen juga menyatakan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur menjadi kering dan sekaligus menutupi candi Borobudur. Candi ini sejenak lenyap dari sejarah, sampai ditemukan kembali oleh tim Van Erp pada tahun 1907-1911.

Baskara yang terbit di antara Merapi dan Merbabu. Terlihat pada sebuah pagi di Punthuk Setumbu.
Para turis dan fotografer yang menanti dan menikmati sunrise Setumbu
Lanskap sekitar Borobudur yang terselimut kabut. Mengisyaratkan sebuah bekas telaga. Tebak, dimana Borobudur?

Lantas, roda waktu berputar hingga hari itu. Terlempar pada masa kini. Borobudur kini menyuguhkan panorama indah yang jauh dari kemelut bencana. Punthuk Setumbu pun ramai dengan manusia-manusia yang ingin menyesap keindahan Borobudur. Orang masa kini pun menjuluki Punthuk Setumbu sebagai lokasi untuk memburu Nirwana Sunrise Borobudur. Punthuk Setumbu terletak di Desa Karangrejo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Tiga kilometer dari Candi Borobudur ke sebelah barat.

Baiklah. Dengan tiket 15 ribu rupiah, orang bisa menjemput nirwana itu. Berbonus sajian kopi doping mendaki bukit sejauh 300 meter. Ini sebuah harga yang sungguh murah untuk menggeggam nirwana. Setidaknya bagi para turis dan fotografer yang uang sebanyak itu pasti bukan masalah lagi dibanding raihan momen surgawi.

Sayang. Seharusnya pagi itu adalah saat terbaik menyaksikan sunrise. Bulan Juni-Juli membuat baskara akan merayapi pagi dari sela buah dua gunung di ufuk timur. Merapi dan Merbabu. Tapi, mendung dan kabut berselingkuh bersama untuk menghijab kesempurnaan sunrise. Cahaya emas mentari pun tak jua jadi menerpa alam berkabut Borobudur. Kabut putih pun tetap putih suram, tak berubah menjadi kemilau emas yang memanaskan hasrat surga.   

Tapi, saya tak mesti kecewa. Lanskap Borobudur dari Setumbu cukup memberi pemahaman bahwa hipotesis danau Borobudur boleh jadi ada benarnya. Saya pun tak kecewa seperti dua kawan saya yang hadir ke Setumbu untuk menjepret misty kabut dan nirwana sunrise Borobudur yang sudah mainstream. Selalu saja ada ruang untuk menikmati keindahan tanpa harus terbawa pada arus mainstream. Saya tak menikmati sunrise, lebih senang bisa turut menyigi bekas lanskap Borobudur yang bertelaga. Mencumbu masa lalu Borobudur.

Perjalanan dari loket karcis ke Punthuk Setumbu. Sekitar 300 meter. Memburu mentari pagi..
@linggabinangkit dan @prstw masih setia menikmati lanskap Borobudur meski sudah beranjak siang tapi mendung.
Saudara @jauharii dengan lensa 70-200 mm nya.
Suasana pagi yang berkabut di Punthuk Setumbu.


You Might Also Like

17 komentar

  1. Menarik informasi tentang Telaga Borobudur, tapi tetap berasa aneh. Kalau borobudur dibangun di tengah telaga yang sudah ada terlebih dahulu, gmna cara bangunnya? kyk bangun jembatan suramadu gitu? Bgmanapun konstruksi borobudur tidak nampak seperti dibangun di antara air (pondasi tidak memberi ruang lewat utk air)
    Mungkin Telaga Borobudur hanya metafora seperti penampakannya dari Punthuk Setumbu itu..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Klo mnuruku, mungkin yg dimaksud dibangun di Telaga Borobudur, ya gak mengambang gitu. Tapi dataran Borobudur itu kan nampak lebih tinggi sdikit.. nah smacam kayak ada pulau yg mjdi tmpat borobudur berdiri. :)

      Hapus
  2. nice sharing. Harus mengatur waktu dan skedul agar bisa kesini... indahnya luar biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. siiiip.. mesti ke setumbu deh kak utk merasakan nirwana sunrise Borobudur yg tlah mendunia.. :).. salam kenaaal..

      Hapus
  3. Mas Iqbal, tak entheni tulisan tulisan anda selanjutnya. Senang aku baca karya anda.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal mas Josep Nugroho.. makasiih mas atas kunjungan dn komennya.. smoga ada yg bisa diambil manfaatny dri tulisan2ku.. :)

      nantikan tulisanku berikutnya.. :)

      Hapus
  4. Untuk agan - agan yang mau tau lebih dalam tentang Punthuk setumbu bs add FB ( Punthuk Setumbu )

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantaaaap kakak.. :) siiip mesti gabung tuh FB Punthuk Setumbu..

      Hapus
  5. kemungkinan candi borobudur di atas danau, bisa saja benar berdasarkan nama desa sekitar candi tsb, seperti sebelah barat candi nama desanya Sabrangrowo dan arah ke selatan dari sabrangrowo terdapat dataran rendah yang sekarang menjadi sawah yang subur karena airnya tak pernah surut walau kemarau dan sebelah selatan dari sawah itu ada kampung namanya bumi segoro, dan sebelah bumi segoro bernama desa tanjung sari

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya meyakininya begitu juga bahwa dulu lingkungan Borobudur adalah sebuah telaga.. wah, nama2 itu makin meyakinkan kalau dulunya borobudur dibangun di akwasan danau. makasiiih sekali kak sfi atas infonya..

      Salam kenal.. :)

      Hapus
  6. Perlu agan agan ketahui bahwa ane asli kurahan punthuk setumbu, tapi dulu SMP ane di Sabrangrowo Borobudur

    BalasHapus
  7. kalau saya dari semarang, saya harus naek apa ke sana?
    pengen banget ke sana....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Margareta. salam kenal.. :)

      Klo transportasi umum, naik bis jurusan Jogja.. terus turun di daerah sebelum Muntilan, di pertigaan ke arah Borobudur.. Nanti naik bus lagi jurusan Borobudur/Salaman.. Turun di pasar Borobudur.. Bagusnya sih nginep dulu di Borobudur biar bisa liat sunrise di Setumbu.. nanti dari Borobudur bisa pesen ojek buat nganter ke Setumbu.. gitu kak..

      Slamat jalan2 ke Punthuk Setumbu..

      Hapus
    2. terima kasih buat infonya...

      Hapus
    3. sama-sama Kak.. smoga bermanfaat.. :)

      Hapus
  8. infonya sangat bagus sekali, kebetulan saya mau ngetrip ke magelang, wah harus dimasukin ke list ini. terima kasih

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK