Sepenggal Realitas Lasem Pagi Hari

Februari 12, 2013


Nuansa tua di Lasem Rembang. 

Tembok-tembok tinggi bercat putih. Berhadap-hadapan dan berimpit-impitan. Di dalamnya, tersembunyi rumah berasitektur China. Lorong-lorong jalan yang melintang membentuk semacam kenangan yang hadir dari masa silam. Bahwa inilah Lasem, sebuah bagian penting dari narasi besar jejak Tionghoa di Pulau Jawa. Namun, dari bangunan-bangunannya yang mengelupas dan menghitam, Lasem seperti bagian sejarah yang memudar.

Sebuah pagi. Lasem seperti santai menatap hari. Anak sekolah tak terlihat bergegas ke sekolah. Menghayati penuh setiap kayuhan sepeda. Buruh batik juga tenang menuju tempat kerjanya. Pria dan wanita renta Tionghoa menyesap pagi di pintu depan rumah. Menyambut surya beserta udara bersih anugerah semesta pagi.

Tiba-tiba, seorang tukang becak Jawa melintas lorong membawa dua peranakan Tionghoa ke sekolah. Seperti saya terlempar pada sejarah Lasem yang sarat dengan nuansa harmonitas Pribumi dan Tionghoa. Seperti terikat pada toleransi yang mengedepankan nurani tanpa basa-basi.

Barangkali berbicara tentang toleransi di Lasem sudah basi. Sejak berabad-abad lalu toleransi sudah mengalir dalam darah dan membentuk daging bersama di antara masyarakat Lasem. Toleransi sudah berarti menyusun manusia-manusia Lasem pada generasi hari ini yang tidak tersekat oleh etnisitas. Barangkali pula tembok-tembok tinggi di Lasem hanyalah sekedar alibi. Sekedar penanda bahwa Lasem adalah semacam Tiongkok Kecil di Jawa. Padahal Lasem sudah melebur menjadi Kota Toleransi Abadi.

Di Lasem, Tionghoa dan Pribumi bersatu padu melawan Belanda dipimpin Raden Ngabehi Widyaningrat (Oey Ing Kyat), Raden Panji Margono dan Tan Kee Wie pada tahun 1740. Di Lasem, ratusan pondok pesantren bisa berdiri akrab dengan tiga buah kelenteng tua. Di Lasem, sejarah Tionghoa - Pribumi manis abadi.

Lorong-lorong sunyi Lasem. 
Bocah-bocah melintas di sebuah gang Lasem yang sepi.
Interaksi manis warga Lasem lintas etnis.
Kebersahajaan Lasem.
Punya Pondok Pesantren Kauman lho. Manis toleransi.
Di Lasem akan banyak dijumpai seperti ini.
Kota Lasem banyak dihuni orang-orang tua.
Sepi.
Tembok-tembok Lasem yang kusam. Menyiratkan suasana kotanya di masa kini.
Pemandangan setiap pagi di Lasem. 







You Might Also Like

5 komentar

  1. tulisan yg tak terlalu panjang tapi bagus sekali..
    salam :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Teima kasih kang Dalijo sudah berkkunjung ke blog saya,. :D

      Hapus
  2. Salut, anda yang masih muda sudah blusukan kemana-mana. Jadi banyak pengalaman untuk diceritakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mbak Marniatun sudah brkunjung dn komentar.. :) saya sgt bersyukur bisa punya ksempatan utk berkunjung ke tempat2 yg bagus di Indonesia.. dan juga bisa menceritakannya.. :)
      salam kenal..

      Hapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK