Hikayat Masjid Tertua Nusantara | TELUSUR MALUKU #7

Maret 09, 2015


Masjid Wapauwe di Ambon yang perlu diziarahi Muslim Nusantara.

Bertetanggaan dengan Negeri Hila, kami berkunjung ke Negeri Kaitetu dimana terdapat salah satu masjid tertua di Nusantara. Adalah Masjid Wapauwe yang berdiri tahun 1414 M. Sekitar tujuh abad sesudahnya kami bertakzim ke masjid tua ini dan dijamu oleh Rahman Hatuwe, seorang takmir masjid. Darinya mengalir cerita panjang tentang Masjid Wapauwe yang mana akal rasional bisa menganggapnya aneh tapi karena kekuasaan Ilahi, hal demikian bisa betul terjadi.

Masjid Wapauwe hari ini bukanlah yang dibangun asli di tempat ini. Konon, dulunya masjid tua ini didirikan di Wawane. Kemudian, karena kedatangan Belanda yang mengganggu masyarakat, masyarakat Wawane lalu berpindah ke daerah Tehala bersama dengan gotong royong memindahkan masjidnya. Di Tehala, masjid didirikan di bawah pohon mangga berabu yang dalam bahasa setempat disebut Wapauwe. Sejak itulah dikenal dengan nama Masjid Wapauwe. 

Tahun 1646, Belanda berhasil menguasai wilayah Hitu dan berkebijakan semua orang yang ada di perbukitan harus turun di kawasan dekat pantai. Masyarakat Tehala pun dipaksa pindah ke Kaitetu. Masjid Wapauwe lantas ditinggalkan semua penduduknya. Namun, pada paginya  masyarakat Kaitetu dikejutkan dengan kehadiran gaib Masjid Wapauwe lengkap dengan isi dan perlengkapannya. Sejak saat itulah masjid yang berkontruksi kayu dan pelepah sagu kering ini berdiri tetap di Negeri Kaitetu dan mengalami berkali-kali renovasi tanpa mengubah unsur aslinya.

“Pohon mangga dari Tehala saya tanam beberapa di sudut-sudut Masjid Wapauwe. Biar ada ikatan dengan sejarah masa lalunya.” tutur Rahman seraya menunjukkan pohon mangga yang dimaksud.

Saya masuk ke dalam masjid dan Rahman menunjukkan mushaf Al Quran yang konon tertua di Indonesia. Yang paling tua adalah mushaf karya Imam Muhammad Arikulapessy – imam pertama masjid Wapauwe – yang selesai ditulis tangan tahun 1550. Ada juga mushaf karya Nur Cahya – cucu Imam Muhammad Arikulapessy – yang ditulis tangan pada kertas Eropa selesai tahun 1590. Saya juga ditunjukkan tongkat khotbah milik Imam Muhammad Arikulapessy yang berasal dari Baghdad.

Di dalam masjid Wapauwe, ada juga karya peninggalan Nur Cahya seperti: Kitab Barzanji atau syair puji-pujian Nabi Muhammad SAW, sekumpulan naskah khotbah seperti Naskah Khutbah Jumat Pertama Ramadhan 1661 M, Kalender Islam tahun 1407 M, sebuah falaqiah (peninggalan) serta manuskrip Islam lain yang sudah berumur ratusan tahun. Ada juga perangkat zakat yang diotorisasi oleh Kesultanan Demak. Selain itu, terdapat bedug dan mimbar tua di dalam Masjid Wapauwe.

Meski sudah sangat tua dan luasnya kecil mirip surau di Jawa, masjid ukuran sekitar 10 x 10 meter ini masih digunakan untuk ibadah sholat lima waktu dan sholat Jumat. Masjid Wapauwe tidak menggunakan paku atau pasak di tiap sambungan kayu. Pada tiap sudut atapnya yang bertingkat dua dan berbahan rumbia ini terdapat kayu berukiran tulisan Allah dan Muhammad yang tiga di antaranya masih asli sejak pertama dibangun.

Kami tak bisa berlama-lama menyimak sejarah Masjid Wapauwe. Kami punya kewajiban kembali ke Ambon sebelum pukul dua. Kami sempat singgah di Pantai Wakal dalam perjalanan pulang. Saat itu air laut sedang pasang sehingga tak menyisakan hamparan pasir di pantai yang terletak di Negeri Wakal. Hanya ada gradasi warna hijau toska yang beralih menjadi warna hijau, tanda perairan makin dalam. Selanjutnya, perjalanan kami teruskan cukup terburu-buru. Jujur sangat tidak disarankan demikian karena kondisi jalan begitu sempit, tidak mulus serta tikungan di beberapa titik yang begitu tajam.


|| Baca kisah saya di Maluku selanjutnya, TELUSUR MALUKU bagian 8 : Menabung Rindu ke Maluku (Lagi)


Interior dalam Masjid Wapauwe. Konon dulu ada bendera merah putih yang jadi pemberian Patih Gajah Mada.
Meru atau puncak masjid lama yang ditaruh di teras masjid. Juga kayu-kayu masjid yang berusia ratusan tahun.
Mushaf Al Quran karya tulis tangan Imam Muhammad Arikulapessy. Tertua di Nusantara. 
Asli dari Kekhalifahan Utsmaniyah di Turki.
Pemberat timbangan untuk mengukur zakat fitrah dan diotorisasi oleh Kesultanan Demak. Seberat 2,5 kg.
Semacam perisai di ujung sudut masjid berlafalkan Muhammad. Seusia tua Masjid Wapauwe. 
Pohon mangga yang diambil dari Wawane. Sebagai ikatan kisah sejarah Masjid Wapauwe.
Takmir Masjid Wapauwe, Bang Rahman, yang ramah mengisahkan kisah masjid ini.
Pantai di Negeri Wakal. Tampak laut sedang bergejolak. Tidak tersisa lagi hamparan pasir pantai. 

You Might Also Like

5 komentar

  1. Tiap melihat bagian dari sejarah yg begitu lama itu sesuatu yg magis. Kadang termenung, membayangkan apa saja jejak sejarah yg telah disaksikannya. Rindu yaaang.. :( Rindu perjalanan keliling Nusantara.. tapi sepertinya 1th ini harus rela utk melalui perjalanan di belahan bumi lain dulu :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nantikan sahaja, kemana lagi kita akan tetirah nusantara.. :D Luph U.. Yakinlah.. Bismillah

      Hapus
  2. Terima kasih banyak untuk tulisannya. Mengingatkanku pada tanah kelahitan, Negeri Kaitetu.

    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama-sama.. senang sekali bisa berbagi keindahan dan kekayaan bumi Maluku.. Negeri Kaitetu pun bikin saya rindu untuk mengunjunginya kembali.. Salam kenal

      Hapus
  3. banyak sekali tempat-tempat bersejarah di tanah air kita ini salah satunya adalah mesjid Wapauwe..

    BalasHapus

Twitter @iqbal_kautsar

Komentar Pembaca

BACA LEBIH BANYAK